Apakah Teologia Kontemporer
A. PENDAHULUAN
Untuk memahami pemikiran Teologia
Kontemporer kita perlu mengawali lebih dahulu dengan menjawab pertanyaan:
Mengapa terdapat pertentangan/perbedaan doktrin di antara para penganut agama
Kristen? Bukankah penganut agama Kristen memiliki Alkitab yang sama dan percaya
kepada Kristus yang sama? Pertanyaan ini bisa diteruskan dengan: Mengapa orang
Kristen tidak sependapat tentang soal baptisan, soal Perjamuan Kudus, soal
kehendak bebas, dll.?
B. LATAR
BELAKANG SEJARAH
Bidang Teologia Kontemporer sebenarnya baru lahir pada
tahun 1919, yang dicetuskan oleh salah seorang tokohnya yang bernama Karl
Barth. Namun demikian dasar pemikiran teologia Kontemporer ini sesungguhnya
telah diawali sejak jaman Pencerahan yaitu oleh tokoh filsafat yang bernama
Immanuel Kant.
Pada umumnya istilah Teologia Kontemporer disebut juga
Teologia Modern. Istilah "modern" sering dihubungkan dengan
jaman Pencerahan Barat dimana segala sesuatu yang lahir pada masa itu di sebut
modern, yaitu pemikiran yang menganggap bahwa manusia sudah menjadi matang dan
"bebas untuk berpikir tanpa sangsi atau pengarahan dari luar diri manusia
(otoritas di luar diri manusia)." Maka tidak heran jika motto manusia
modern menjadi: "Beranilah menggunakan pengertianmu sendiri."[1]
Tugas: Bandingkan dengan: Kej 3:1, 5.
Sejak tahun 1919, pemikiran filsafat Karl Barth
ternyata memberi pengaruh yang sangat signifikan bagi teolog-teolog modern
sesudahnya. Tidak dapat disangkal bahwa pengaruh pemikiran modern Karl Barth
ini akhirnya muncul menjadi suatu trend yang memberi nafas bagi muncul dan
berkembangnya aliran teologia-teologia Kontemporer hingga saat ini.
C.
PENGERTIAN TEOLOGIA KONTEMPORER
Apakah ciri-ciri yang membedakan antara Teologia
Kontemporer dengan Teologia Alkitabiah? Berikut ini akan kita lihat lebih jelas
ciri-ciri Teologia Kontemporer/Modern:
SIFAT KHAS
TEOLOGIA KONTEMPORER:
Prof. DR. Eta Linnemann, dalam bukunya Teologi
Kontemporer[2] menuliskan
bahwa Teologia Kontemporer memiliki sifat-sifat khas yang membedakannya dengan
teologia yang lain.
Berikut ini
adalah beberapa kutipan dari bukunya:
- Teologi Kontemporer bersifat Teologi Universitas.
Universitas adalah sebuah sekolah.
Kata "sekolah" ini diambil dari bahasa Romawi yang berarti
"senggang" (leisure). Tujuan utama universitas bukan mempersiapkan
orang untuk melayani atau bekerja. Yang menjadi sebab dan pendorong karya
Mahaguru dan Mahasiswa adalah: menyelidiki segala yang dapat diselidiki untuk
memperoleh pengertian dan pengetahuan. Dengan kata lain, mereka hanya ingin
mengetahui untuk mengetahui, yaitu makan buah dari pohon 'pengetahuan'. Jadi,
hasil pelajaran universitas tidak sesuai dengan kebutuhan gereja atau
masyarakat sejauh universitas itu adalah universitas yang tulen, dan
sungguh-sungguh ilmiah.
- Semua yang disebut Teologi Kontemporer adalah Teologi Historis-Kritis.
Semua
Teologi Historis-Kritis didasarkan atas keputusan: melihat Alkitab sebagai
sebuah dokumen sejarah agama kuno yang harus dinilai dan dikritik oleh akal
manusia. Walaupun mereka mengetahui bahwa Alkitab sangat berarti bagi Gereja
sebagai kanon kitab kudus, tetapi mereka tidak mampu menghargai Alkitab sebagai
Firman Allah, atau wahyu Allah yang diilhamkan oleh Roh Kudus.
- Teologi Kontemporer tidak berdasar pada Alkitab.
Walaupun
mereka semua memakai dan menggunakan Alkitab, tetapi dasar pikiran mereka bukan
Alkitab melainkan filsafat. Mereka bersama-sama mempunyai azas yang diambil
dari filsafat, namun masing-masing mendasarkan secara khusus pada suatu
filsafat tertentu. Dalam tiap teologi historis- kritis, filsafat adalah dasar,
dan dari Alkitab hanya bagian pilihan saja yang diterima dipakai sebagai
'lauk-pauk'. Tokoh-tokoh teologi kontemporer tidak memperhatikan
peringatan-peringatan yang diberikan dalam Alkitab, misalnya:
"Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang
kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak
menurut Kristus" (Kol 2:8). "Janganlah kamu menjadi serupa dengan
dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat
membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah
dan yang sempurna." (Rom 12:2).
Kalau harus
dikatakan, asal mula dan dasar teologi kontemporer ialah bukan Wahyu Allah
dalam Alkitab melainkan filsafat, itulah satu hal yang dahsyat dan ini berarti
teologi kontemporer pada dasarnya bersifat atheistis dan anti-Kristus.
- Teologi Kontemporer yaitu (yang disebut) Teologi Historis-Kritis atau Teologi Modern adalah bidat.
Teologi
historis-kritis keseluruhannya bertumpu pada pikiran monisme yang berarti:
hanya ada satu-satunya dunia yang real, itulah dunia yang nampak. Dunia yang
tak nampak secara real tidak ada (kecuali mungkin Allah sendiri), itu hanya
bersifat gambaran atau mitos. Karena itu, apa yang ditulis dalam Alkitab
mengenai Tuhan Yesus datang dari Sorga, dilahirkan oleh anak dara, bangkit dari
antara orang mati, naik ke Sorga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa dan akan
datang kembali, bukan peristiwa yang bersifat historis-real, melainkan gambaran
sesuai dengan cara pikiran manusia kuno - mitos.
Dengan
demikian, walaupun para teolog historis-kritis masing-masing membuat satu
teologi tertentu yang berbeda satu dengan yang lain, tetapi semuanya dicela
oleh Firman Allah dalam 1Yoh 2:22-23: "Siapakah Pendusta itu? Bukankah dia
yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus? Dia itu adalah antikristus, yaitu
yang menyangkal baik Bapa maupun Anak. Sebab barangsiapa menyangkal Anak, ia
juga tidak memiliki Bapa. Barangsiapa mengakui Anak, ia juga memiliki
Bapa." Mereka juga dicela dalam 1Yoh 4:2-3: "Demikianlah kita
mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku bahwa Yesus Kristus telah datang
sebagai manusia, berasal dari Allah, dan setiap roh yang tidak mengakui Yesus,
tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah
kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam
dunia". Juga ditulis mengenai mereka dalam 2Pet 3:3-4: "Yang terutama
kamu harus ketahui ialah, bahwa pada hari zaman akhir akan tampil
pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup
menuruti hawa nafsunya. Kata mereka 'Di manakah janji tentang kedatangan-Nya
itu? Sebab sejak bapa-bapa leluhur kita meninggal, segala sesuatu tetap seperti
semula, pada waktu dunia diciptakan'."
Walaupun
beberapa tokoh memilih hal ketidakpercayaan dengan sadar pada waktu mereka
memulai usaha teologi historis-kritis, tetapi hampir semua tidak sadar, bahwa
teologi historis-kritis bersifat ketidakpercayaan. Mereka hanya berpikir, bahwa
itulah kepercayaan abad XX dan tidak ada pilihan lain bagi manusia modern.
D. TEMA-TEMA
TEOLOGIA KONTEMPORER DAN TOKOH-TOKOHNYA[3]
- Teologia Liberal
- Frederich Schleiermacher
- Soren Aabye Kierkegaard
- Immanuel Kant
- Alberch Ritschl
- Teologia Neo Orthodoks
- Karl Barth
- Emil Brunner
- Reinhold Niebuhr
3. Demitologisasi - Rudolf Bultmann
4. Teologia Sekularisasi - Dietrich
Bonhoeffer
- Teologia Pembebasan
- Black Liberation Theology
- Latin America Liberation Theology
- Feminism
- Teologia Pengharapan
- Jurgen Moltmann
- Wolfgart Pannenberg
7. Teologia Proses - Paul Tillich
8. Teologia Neo-Katolisisme - Hans Kung
- Mistikisme
- Fundamentalism
- Neo Evangelical - Carl Hendry
BAB II
DASAR TEOLOGIA KONTEMPORER
A. MEMAKAI
FILSAFAT SEBAGAI DASAR BERPIKIR
Kata "Filsafat" dalam bahasa Yunani adalah
"philosophikos" dari "philosophia" yang berasal dari dua
kata yaitu: "philea" (kasih, cinta) dan "sophia" (wisdom,
kebijaksanaan). Jadi seorang "philosophos" adalah seorang yang
mencintai kebijaksanaan.
Ilmu
Filsafat pada mulanya dikenal oleh orang Kristen sebagai ilmu yang mengajarkan
kebijaksanaan orang-orang kafir. Salah satu aliran filsafat yang sangat dikenal
saat itu adalah Filsafat Aristoteles. Pada mulanya Filsafat Aristoteles
dipelajari oleh orang-orang Kristen bukan untuk menggantikan Alkitab tapi untuk
melihat hubungan antara kedua buku tsb. Namun dasar pemikiran untuk mencari
hubungan antara filsafat dan Alkitab adalah karena orang-orang Kristen masa itu
tidak lagi melihat Alkitab sebagai satu-satunya pusat teologi.
Prinsip
dasar Ilmu Filsafat dalam mempelajari tentang Allah adalah dengan mendasarkan
diri pada akal kodrati (natural) manusia. Sedangkan agama Kristen berdasarkan
pada wahyu yang disampaikan Allah kepada manusia. Dalam ilmu filsafat
Allah dibicarakan sebagai objek yang diteliti, sedangkan di dalam agama Kristen
Allah dipandang sebagai kausa pertama yang menyebabkan segala sesuatu ada dan
yang memberi makna kepada semua ciptaan. Ilmu Filsafat menolak gagasan bahwa
tanpa wahyu Allah manusia tidak mungkin tahu apa- apa. Sebaliknya Ilmu
Filsafat mengajarkan bahwa manusia sebenarnya di dalam dirinya sendiri
mempunyai kebebasan yang mutlak untuk menentukan apa saja yang dapat ia ketahui
dan pikirkan. Melalui rasionya manusia dimungkinkan untuk memiliki kekuatan
berpikir yang tidak terbatas, karena pada dasarnya manusia adalah bebas dan
otonom, terlepas dari semua kontrol yang ada di luar dirinya. Alam diartikan
sebagai suatu kawasan yang tidak terbatas yang dapat dan harus dikontrol
melalui pikiran matematis yang otonom.
Dasar berpikir filsafat (mendasarkan diri pada pikiran
manusia semata) inilah yang mendasari studi Teologia Modern abad 19 dan 20.
Sebagai akibatnya agama manusia modern diyakini harus memiliki sifat kritis dan
rasional. Hal-hal yang supra alami (supra-natural) tidak memiliki tempat di
dalam rasio manusia, oleh karenanya harus disingkirkan dari unsur-unsur agama
modern.
B.
MENEMPATKAN MANUSIA SEBAGAI PUSAT ALAM SEMESTA
Semangat mental abad Pencerahan, yang menjunjung
tinggi harkat manusia sebagai manusia yang betul-betul otonom (humanisme), pada
akhirnya menempatkan manusia menjadi pusat dari alam semesta dan segala sesuatu
yang ada di dalamnya. Melalui rasionya manusia percaya dapat menilai segala
sesuatu tanpa batas, karena rasio manusia diyakini mampu menjadi patokan untuk
menilai keberadaan dunia fenomena. Oleh karenanya eksistensi Allah sama sekali
tidak diperhitungkan, karena Allah tidak kelihatan dalam dunia riil dan tidak
dapat dinilai secara matematis oleh rasio manusia.
Karena
manusia adalah pusat, maka segala sesuatu ditentukan oleh manusia, termasuk
pemikiran tentang Allah. Teologia Modern atau Kontemporer menilai pemahaman
manusia tentang Allah hanya sebagai hasil budaya agama saja, suatu hasil
pemikiran manusia yang kreatif. Oleh karenanya kebenaran di dalam agama manusia
bersifat subjektif dan relatif, sama halnya dengan semua hasil karya seni
manusia. Untuk itu harus diterima, dihormati dan dihargai.
C. MEMAKAI
METODE HISTORIS KRITIS[4]
Dipakainya metode Historis Kritis dalam menyelidiki
Alkitab membuktikan bahwa Teologia Kontemporer telah meninggalkan prinsip
pemahaman iman Kristen yang traditional, yaitu kepercayaan pada Doktrin
Inspirasi Alkitab. Alkitab tidak lagi dipandang sebagai buku suci yang
diwahyukan dari Allah, tapi hanya menjadi obyek penelitian sebagaimana layaknya
sebuah buku dokumen biasa.
Sikap memperlakukan Alkitab hanya sebagai buku tulisan
manusia, dan bukan hasil inspirasi Roh Allah, telah menjadi ciri khas dari
kritik naturalistik. Hal ini lahir dari keyakinan bahwa rasio manusia memiliki
sifat yang otonom dalam menilai isi Alkitab. Bahkan rasio manusia cukup mampu
mengkritik kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam penulisan Alkitab, karena
Alkitab adalah tulisan manusia saja.
D. PERCAYA
PADA KONSEP IDEALISME/KEMAJUAN
Pemikir modern pada dasarnya percaya bahwa manusia
hidup dalam sejarah yang selalu akan mengalami kemajuan, demikian juga dalam
memahami Alkitab. Semakin lama pikiran manusia semakin mengalami perkembangan
dalam memahami Alkitab. Oleh karena itu dalam setiap jaman dibutuhkan cara baru
(yang lebih maju) untuk dapat mempelajari Alkitab dengan lebih tepat.
Konsep
idealisme yang banyak dipicu oleh pikiran filsafat Hegel ini memberi pengaruh
yang besar dalam pemikiran jaman modern tentang sejarah agama, yaitu ide
tentang evolusi agama. Agama dilihat bermula dari fetisisme dan animisme, lalu
kesadaran akan adanya dewa-dewa (politheisme) berpindah ke monolatria, baru
kemudian yang terakhir adalah monotheisme. Atau dengan kata lain manusia
berkembang dari manusia mistis ke manusia logis. Pemikiran tentang evolusi
agama ini jelas sekali bertentangan dengan pengetahuan yang kita dapat dari
Alkitab, karena pada mulanya manusia justru memiliki kepercayaan yang
monotheisme dan berpindah kepada penyembahan kepada berhala.
Pengaruh konsep idealisme Hegel juga mempengaruhi
sistem penafsiran Alkitab. Isi Alkitab diterima secara literal, kata demi kata,
oleh manusia mistis, yang dianggap masih naif. Dari kemajuan yang ada, manusia
modern yang rasionalis melihat cara menafsirkan orang mistis secara skeptis.
Oleh karena itu diperlukan cara yang lain untuk menafsirkan Alkitab, yang
disebut sebagai cara yang lebih rohani, yang lebih relevan dengan kebutuhan
rasio manusia. Sebagai akibatnya adalah proses demitologisasi seperti yang
dilakukan oleh Bultmann.
E.
MENEMPATKAN ALLAH DALAM PENGASINGAN (DEISME)
Filsafat Deisme menjadi salah satu tema yang populer
dalam Teologia Kontemporer. Karl Barth menyebut Allah sebagai "the Wholly
Other", yaitu Allah "yang mutlak berbeda", sebagai oknum yang
"tidak dapat dijelaskan sebagaimana benda dapat dijelaskan". Allah
menjadi tokoh dalam penciptaan tetapi Ia segera dilupakan karena manusia telah
mengambil kontrol mutlak untuk melanjutkan apa yang ada tanpa campur tangan
Allah.
BAB III
METODE TEOLOGIA KONTEMPORER
A. PEMIKIRAN
TENTANG METODE TEOLOGIA KONTEMPORER
Oleh karena Teologia adalah suatu ilmu, maka dalam
mempelajari teologia, masalah metode menjadi suatu hal yang hakiki. Metode yang
dipergunakan seseorang akan menuntun kepada suatu hasil teologia tertentu. Jika
metode yang dipakai benar maka hal ini akan membawa seseorang kepada pengertian
teologia yang benar. Sebaliknya, jika metodenya salah maka teologianya juga
salah.
Dalam Teologia Kontemporer hal yang ditekankan adalah
keinginan agar teologia yang dihasilkan dapat relevan dengan dunia kontemporer.
Untuk mencapai tujuan itu berarti teologia juga harus mengikuti alam pemikiran
manusia modern sehingga dapat mengkomunikasikan pengertian Alkitab kepada dunia
modern. Oleh karena itu metode yang dipakai haruslah sesuai dengan cara
berpikir modern yang rasional. Sejauh pada pengertian ini Teologia Kontemporer
dinilai memiliki motivasi yang mulia.
Cara berpikir modern yang dimaksud merupakan cara
berpikir kritis, dimana segala sesuatu diteliti di bawah kacamata rasio manusia
sebagai tolok ukurnya. Dalam hal inilah kekristenan menolak metode Teologia
Kontemporer. Manusia modern menegakkan otonomi manusia yang mutlak, oleh karena
itu untuk memastikan bahwa metode ini dijalankan secara objektif, maka
penilaian manusia, dalam hal ini terhadap Alkitab, tidak boleh dipengaruhi oleh
pihak luar manapun. Semua fakta-fakta dalam Alkitab secara kritis hanya akan
diterima jika dapat dibuktikan dalam fakta historis yang real. Metode ini
kemudian dikenal dengan nama Metode Historis-Kritis.
B. CARA
KERJA METODE HISTORIS-KRITIS
- Pra-anggapan bahwa "Allah tidak ada".
Metode ini dimulai dengan
pra-anggapan bahwa secara teori, kenyataan Allah diabaikan. Dengan meniadakan
Allah, maka otonomi manusia dapat dijalankan sebebas-bebasnya. Dunia yang real
merupakan satu-satunya fakta yang dianggap benar.
- Rasio dipakai standard untuk mengukur kebenaran.
Patokan yang dipakai untuk mengukur segala
sesuatu bukanlah Firman Tuhan, tetapi ketentuan-ketentuan umum seperti yang
dipakai dalam penelitian ilmiah, yaitu yang memiliki data-data empiris yang
dapat diterima oleh rasio manusia modern.
- Alkitab ditempatkan sebagai objek penelitian.
Dalam penelitian ini, Alkitab
diperlakukan sama seperti buku-buku lain. Semua fakta dalam Alkitab diteliti
sesuai dengan cara-cara ilmiah yang berlaku. Oleh karena itu jika dalam
penelitian ditemukan kesalahan- kesalahan dan ketidaksinambungan dalam Alkitab,
hal itu adalah wajar. Maka jelas Alkitab tidak dihargai sebagai Firman Tuhan
yang berotoritas.
- Alkitab diterima sebagai Firman Tuhan adalah relatif.
Kata-kata dalam Alkitab tidak perlu
dianggap sama dengan Firman Tuhan. Alkitab hanya akan menjadi Firman Tuhan apabila
bagian Alkitab itu berbicara secara pribadi kepada orang yang
membacanya/mendengarnya.
- Alkitab memiliki nilai moral yang harus dihargai.
Tujuan utama mempelajari Alkitab
adalah untuk mencari nilai-nilai moral yang diajarkan. Oleh karena itu kebenaran
sejarah dalam Alkitab tidaklah dianggap penting. Hal-hal yang bersifat
supranatural dianggap sebagai "mitos" yaitu cara manusia jaman itu
untuk mengajarkan kebenaran moral.
C. AKIBAT
METODE HISTORIS KRITIS
Prof. DR. Eta Linnemann, dalam bukunya Teologi
Kontemporer [5]mengatakan
bahwa ada akibat-akibat buruk yang dihasilkan oleh mereka yang menerapkan
metode Historis-Kritis. Berikut ini adalah kutipan dari pendapat beliau:
- Tidak ada pembaharuan hidup Disebabkan seorang pendeta hasil pendidikan teologi historis-kritis tidak tahu dan tidak percaya bahwa seseorang harus bertobat dan lahir baru melalui Roh Kudus untuk diselamatkan, maka jemaatnyapun tidak mengetahui hal itu. Para anggota jemaat menganggap bahwa melalui keanggotaan gereja mereka telah menjadi orang Kristen yang benar, padahal mereka akan binasa bilamana tidak "memanggil nama Tuhan Yesus" untuk diselamatkan (Rom 10:9-11, 14-15).
- Takut akan Allah makin menghilang Seorang teolog historis-kritis tidak dapat lagi meyakini bahwa seluruh Alkitab benar dan dapat dipercayai. Dengan demikian, ia juga tidak dapat lagi berbicara atas nama Allah, baik di mimbar, di ruang kelas maupun dalam pelayanan pastoral. Ia hanya dapat menyampaikan pertimbangan dan usul yang tidak bersifat mengikat. Akibatnya jemaat tidak lagi mendapat pengarahan melalui hukum-hukum Allah. Takut akan Allah semakin hilang dan mementingkan diri sendiri, serta hawa nafsu merajalela (2Pe 2:18-22)
- Tidak dapat menghadapi okultisme Teologi historis-kritis tidak dapat menerima kenyataan yang sungguh dari dunia supranatural. Menurutnya iblis dan roh-roh jahat tidak boleh dimengerti secara harafiah, demikian juga tindakan Tuhan Yesus, yang "memberi kuasa kepada mereka untuk mengusir roh-roh jahat dan untuk melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan" (Mat 10:1). Menghadapi kenyataan kuasa iblis dan akibat okultisme dalam pelayanan pastoral, maka seorang yang dibentuk melalui teologi historis-kritis tidak sanggup menolong dan melepaskan orang yang dibelenggu oleh roh-roh jahat, dalam nama Tuhan Yesus.
- Pertumbuhan iman terhambat Disebabkan Firman Allah yang tidak lagi mengikat bagi sang pendeta, maka jemaat tidak lagi mendapat pengajaran yang jelas, melainkan beraneka macam tafsiran Alkitab. Dengan demikian pertumbuhan iman tidak mungkin lagi, dan orang yang sudah bertobat tetap saja seperti bayi rohani walaupun seharusnya sudah dapat membimbing dan mengajar orang lain (Ibr 6:12). Demikianlah akhirnya terbentuk jemaat yang terdiri dari pendengar-pendengar kotbah pada hari Minggu, namun yang tidak mengenal pembacaan Alkitab secara pribadi, persekutuan rohani dan tidak mengenal pekerjaan doa.
- Motivasi untuk misi/pekabaran Injil hilang Karena teolog historis-kritis meyakini bahwa Alkitab hanya salah satu diantara sekian bnayak Kitab Suci, maka seorang yang dididik dalam teologi historis-kritis tidak lagi berani mengajak orang bukan Kristen untuk percaya kepada Tuhan Yesus. Usaha misi dan pekabaran Injil ke luar makin lama makin pudar.
- Gereja-gereja semakin kosong Di Eropa, tempat berkuasanya teologi historis-kritis secara mutlak, telah sangat nyata bahwa gereja-gereja pada umumnya semakin kosong pada hari Minggu, karena orang merasa tidak lagi menerima sesuatu yang berarti dan yang menolong melalui pemberitaan gereja. Diperkirakan bahwa pada tahun 2030 jumlah anggota gereja di Eropa akan tinggal 50% dari jumlah sekarang. Boleh jadi bahwa hal serupa akan terjadi juga di Indonesia bilamana studi teologi historis-kritis diwajibkan untuk semua calon pendeta.
BAB IV
TEOLOGIA LIBERAL
Abad duapuluh sering disebut sebagai masa
"Kegelisahan Teologia" (Period of Theological Unrest),
karena masa itu adalah masa dimana terjadi gejolak pemikiran di bidang teologia
yang sangat mengejutkan, terutama yang berpangkal pada pemikiran Humanisme
dan Naturalisme. Pemikiran teologia yang sangat menonjol dan memberi
pengaruh yang paling besar sejak awal abad duapuluh tsb. adalah Teologia
Liberal.
A. SEJARAH
LAHIRNYA TEOLOGIA LIBERAL
Dasar pemikiran Teologia Liberal sebenarnya sudah
dimulai sejak abad limabelas dan enambelas. Pada saat itu terjadi kebangkitan
akan kesadaran manusia pada kepentingan atas agama/moralitas dan rasio/ilmu
pengetahuan. Kedua hal ini akhirnya melahirkan dua gerakan besar, yaitu Gerakan
Reformasi (agama) dan Gerakan Renaissance (Ilmu Pengetahuan).
Sekalipun lahir hampir pada saat yang bersamaan, namun kedua gerakan ini secara
hakiki sangat berbeda.
Perbedaan
Gerakan Reformasi dan Gerakan Renaissance
REFORMASI REINESSANCE
- Berpusat pada Allah (Teosentris) -
Berpusat pada manusia (Antropologis)
- Kembali kepada Alkitab -
Kembali kepada kebudayaan manusia
- Berpangkal pada iman - Berpangkal pada rasio
- Menekankan pada kuasa Allah -
Menekankan pada kemampuan manusia
- Tujuan untuk memuliakan Allah -
Tujuan untuk memuliakan manusia
Gerakan Renaissance ternyata memberi pengaruh yang
sangat hebat untuk perkembangan pemikiran Teologia Liberal pada abad-abad
sesudahnya. Faham- faham yang ikut membidani lahirnya pemikiran Teologia
Liberal adalah faham Rasionalisme (mendewakan rasio), Romantisme
(mendewakan kebebasan), Kosmologi Modern (Naturalisme Modern).
Pengaruh "isme-isme" di atas telah memberi
semangat yang lebih besar kepada roh jaman saat itu sehingga semakin lama
membuat manusia, termasuk orang- orang Kristen jaman itu, semakin jauh dari
kebenaran Alkitab. Lahirnya Teori Evolusi oleh Charles Darwin pada akhir abad
19 merupakan gebrakan yang sangat kuat yang menyerang prinsip-prinsip Alkitab
tentang penciptaan dan hakekat manusia. Banyak orang mulai dengan berani
mempertanyakan tentang keabsahan Alkitab bagi orang-orang modern. Sebagai
implikasi dari teori Evolusi dalam bidang kemasyarakatan, adalah
lahirlah sistem sosialisme "Karl Marx" yang semakin menjauhkan
manusia dari agama, yaitu agama Kristen khususnya. Agama secara umum dianggap
sebagai candu bagi kaum kapitalis untuk menipu rakyat.
Implikasi lain dari Teori Evolusi adalah dalam bidang
psikologi yang dipelopori oleh Sigmund Freud yang mencoba menjelaskan tentang
asal-usul agama. Agama pada dasarnya adalah cermin dari perasaan takut dan
hormat akan sesuatu yang lebih kuat dari diri manusia dan alam semesta. Jika
manusia telah dapat mengatasi perasaan takutnya tsb. maka manusia pada dasarnya
tidak memerlukan agama lagi.
Bagaimana orang-orang Kristen menanggapi serangan
bertubi-tubi tersebut? Di satu pihak sebagian orang Kristen menjadi sangat
kecut hati, karena merasa tidak mampu membendung dan menanggapi
pertanyaan-pertanyaan yang ditembakkan. Mulailah orang-orang Kristen menjauhkan
diri dari kesulitan-kesulitan tsb. dengan mengalihkan perhatiannya pada
kebangunan-kebangunan rohani. Diharapkan hidup keagamaan yang sungguh-sungguh
(pietisme) akan memulihkan kepercayaan mereka akan Alkitab dan Gereja dan
menjauhkan umat Kristen dari sikap skeptis dan mencari kesalahan Alkitab.
Namun, di tengah kesulitan tsb. muncul sekelompok
orang Kristen yang memiliki tekad yang kuat untuk mencoba menyelamatkan situasi
yang memojokkan orang- orang Kristen itu. Salah satu yang berhasil mereka
lakukan adalah dengan mengubah metode pembelajaran Alkitab, yaitu dengan
mempopulerkan metode Higher Criticism, sebagaimana yang orang-orang
modern pada masa itu melakukannya terhadap buku-buku pada umumnya. Maksud baik
untuk mencoba menyelamatkan Alkitab agar tidak dihina dan dibuang oleh
orang-orang modern itu rupanya justru mengakibatkan hasil yang sangat merugikan
Alkitab. Alkitab tidak lagi diterima sebagai Firman Tuhan yang berotoritas,
sebagai inspirasi Roh Kudus, tetapi hanya dianggap sebagai buku biasa yang bisa
dibedah di bawah penerangan otak manusia saja.
Penggunaan Higher Criticism dalam mempelajari Alkitab
mencapai puncaknya pada abad sembilanbelas, yaitu dengan lahirnya Metode
Historis Kritis. Pada saat itu pemikiran-pemikiran Kristen sudah diracuni
dengan pemikiran-pemikiran modern yang sangat jauh menyimpang dari Firman
Tuhan. Kekristenan betul-betul merangkul filsafat-filsafat dunia sehingga tidak
lagi memancarkan sinar-Nya yang cemerlang. Di tengah-tengan keadaan inilah
Teologia Liberal bertumbuh dengan subur.
B. POLA
PEMIKIRAN TEOLOGIA LIBERAL
- Memakai cara pemikiran modern supaya dapat diterima oleh orang modern
- Rasio manusia adalah otonomi untuk menilai Alkitab
- Aspek latar belakang budaya harus didahulukan bukan arti/doktrinnya
- Tujuan mempelajari Alkitab bukan untuk mencari kebenaran wahyu Allah melainkan pengalaman keagamaan.
C.
KARAKTERISTIK TEOLOGIA LIBERAL
- Tidak mempercayai tentang wahyu Allah
- Yesus adalah tokoh moral yang patut diteladani
- Dalam mempelajari Alkitab harus menggunakan metode ilmiah
D. DOKTRIN
TEOLOGIA LIBERAL
Penjelasan
Pdt. Paulus Daun, Th.M. tentang doktrin-doktrin Teologia Liberal adalah sbb:[6]
- DOKTRIN ALKITAB
Alkitab adalah buah pikiran manusia,
bukan berita dari Allah. Oleh karena mengandung unsur manusia, maka tidak luput
dari kesalahan-kesalahan. Alkitab tidak dapat disebut sebagai Firman Allah,
melainkan hanya sebuah buku agama atau buku puisi saja. Bila kita membaca atau
menyelidikinya, haruslah menurut akal dan sejarah.
Kaum Liberal menolak urutan sejarah
yang dimuat dalam Alkitab, karena tidak sesuai dengan ajaran evolusi dalam
sejarah. Fakta-fakta yang terdapat di dalam Alkitab disaring dan dibersihkan
dari unsur-unsur yang dianggap bersifat dan berbau khayalan religius. Setelah
itu, urutan sejarah dalam Alkitab disusun ulang dan disesuaikan dengan ajaran
evolusi dalam sejarah.
Menurut mereka Alkitab hanyalah
merupakan pengalaman dan pikiran manusia saja. Dengan demikian, mereka
menggantikan Allah dengan pikiran dan perasaan manusia. Mereka mengakui
kewibawaan Alkitab, tetapi bukan sebagai Firman Allah, melainkan sebagai sebuah
pikiran dan pengalaman keagamaan manusia.
- DOKTRIN TENTANG ALLAH
Allah adalah pangkal dari segala
sesuatu dan merupakan kekuatan kekal. Allah tidak beroknum, tapi eksistensinya
secara obyektif berada dibenak manusia. Segala sesuatu yang ada di dalam dunia
ini, pada hakekatnya bukan ciptaan Allah, melainkan memang sudah ada dan secara
perlahan-lahan mencapai kemajuan (evolusi).
- DOKTRIN TENTANG YESUS KRISTUS
Yesus Kristus bukan Allah dan bukan
Anak Allah yang diperanakkan oleh dara Maria. Kebenaran tentang "Firman
menjadi Manusia" hanyalah sebuah ilham Filsafat yang dalam. Kebenaran
tentang "dilahirkan oleh anak dara" hanyalah cerita alegoris saja.
Mereka tidak menyangkal Yesus
sebagai Guru Yang Agung; Orang Saleh yang mempunyai tingkah-laku dan moral yang
baik; Manusia yang sempurna. Karena kehidupan Yesus Kristus yang tidak bercacat
cela, menimbulkan kekaguman bagi murid-murid dan kemudian meninggikanNya
sebagai Allah.
- DOKTRIN TENTANG ROH KUDUS
Yang dimaksud dengan Roh Kudus
adalah perasaan keadilan yang ada dalam diri manusia dan bukan sebagai Oknum
ketiga dari Allah Tritunggal. Dengan kata lain, Roh Kudus adalah hati nurani
manusia.
- DOKTRIN TENTANG DOSA
Manusia hanya merupakan sebagian
dari proses evolusi, tetapi tidak mempunyai kehendak bebas. Manusia tidak
pernah berdosa, bahkan makin hari makin maju dan mencapai kesempurnaan.
Kesalahan yang dilakukan manusia hanya karena keadaan sosial. Jika keadaan
sosial sudah diperbaiki, maka secara otomatis semuanya menjadi baik. Mereka
sangat mementingkan gerakan untuk mengadakan perombakan-perombakan yang radikal
di bidang sosial. Karena aktivitas di bidang sosial ini, maka gerakan mereka
disebut Pekabaran Injil Sosial (Sosial Gospel).
- DOKTRIN TENTANG KESELAMATAN
Menurut mereka, manusia harus giat
berbuat amal. Amal itu akan mempengaruhi keselamatan manusia. Cerita tragis
tentang Yesus Kristus disalib tidak dapat diterima, karena cerita ini berasal
dari pengaruh takhyul abad pertengahan. Injil keselamatan dengan darah, sudah
ketinggalan zaman. Manusia tidak boleh egois, jangan mengira diri sendiri sudah
diselamatkan itu cukup, melainkan juga mementingkan keselamatan orang lain.
Tuntutan Tuhan atas diri manusia, yaitu berbuat amal dan menjadi manusia baik.
- DOKTRIN TENTANG PENGHAKIMAN
Kaum Liberal dengan berani
menyangkal hukuman akibat kesalahan dosa (The Guilt of Sin). Tokoh Liberal
Schleiermacher dan Ritschl menolak untuk mengakui keberadaan dosa secara
obyektif. Keberadaan dosa hanya bersifat subyektif dari ingatan manusia saja.
Ingatan tentang dosa ini, disebabkan kerisauan hati manusia terhadap kemurkaan
Allah. Ritschl dalam pernyataannya memberi jaminan dan penghiburan dengan
berkata bahwa manusia tidak perlu takut terhadap murka dan hukuman Allah,
karena Allah yang Mahakasih tidak mungkin akan marah terhadap manusia dan lebih
tidak mungkin sampai menghukum dan membuang manusia ke dalam api neraka.
E.
TOKOH-TOKOH TEOLOGIA LIBERAL
- Frederich Schleiermacher
- Immanuel Kant
- Soren Aabye Kierkegaard
a. Biografi Singkat Lahir tahun 1813 di
Kopenhagen, Denmark dan dibesarkan dibawah didikan yang keras dari ayahnya.
Kierkegaard adalah seorang yang melankolis tetapi juga seorang pemikir dan
penulis Kristen yang sangat handal. Ketidakberhasilan Kierkegaard dalam
menjalin hubungan dengan wanita dianggap oleh beberapa orang sebagai penyebab
dari ketidakbahagiaan akhir hidupnya.
b. Pemikiran/Pandangan-pandangannya
1. Pandangannya tentang Alkitab Jika
orang mengambil pengetahuan yang jelas tentang Allah dari Alkitab berarti
menjadikan Alkitab "Paus kertas". Alkitab menurutnya hanya memberi
gambaran-gambaran agama, dan dalam gambaran fakta tidak berarti. Walaupun kita
mengeritik Alkitab, hal itu tidak akan dapat merusak kepercayaan kita yang
tulen.
2. Pandangannya tentang Allah Allah
tidak masuk di akal; Dia hanya dapat dialami secara paradoks. Menurutnya
Alkitab tidak menjelaskan tentang Allah, melainkan hanya mengandung
petunjuk-petunjuk kepada Dia, namun tidak mencapai sasaran.
- Alberch Ritschl
a. Biografi Singkat Ritschl adalah
seorang Jerman yang lahir thn. 1822 dan meninggal thn. 1889. Setelah
menyelesaikan pendidikannya Ritschl menjadi dosen teologia di Bonn dan
Gottingen. Dalam hidupnya sebagai seorang teolog, ia banyak menulis buku.
Pengaruh utama Ritschl adalah munculnya teologia "Social Gospel",
yaitu Injil yang memberi pengaruh langsung bagi kesejahteraan sosial.
b. Pemikiran/Pandangan-pandangannya
1. Pandangannya tentang agama Menurut
Alberch Ritschl, ilmu hanya memaparkan fakta, sedangkan agamalah yang
menentukan nilainya. Fungsi agama adalah menentukan semua nilai. Agama bukan
pengetahuan, agama bukan perasaan, bukan kelakukan, melainkan semacam
penilaian. Bagaimana menilai sesuatu lebih bernilai dibandingkan dengan yang
lain, itulah tugas agama. Agama merupakan sumber di mana manusia menciptakan
nilai dan sumber menciptakan nilai berasal dari Kristus; itulah sebabnya,
menurut Ritschl, disinilah letak keilahian Kristus.
2. Pandangannya tentang Allah Ritschl
menolak pengetahuan metafisika Allah. Allah akan dikenal melalui kesaksian
Yesus Kristus di dunia yang melaksanakan kehendak Allah untuk dunia yaitu
dengan memperkenalkan kerajaan-Nya. Kerajaan Allah ini didefinisikan Ritschl
sebagai organisasi kemanusiaan melalui aksi yang diinspirasikan oleh kasih.
Jelas terlihat di sini bahwa Ritschl lebih mementingkan nilai moral dan etis
dari suatu agama dari pada nilai religiusnya.
BAB V
TEOLOGIA NEO ORTODOKS
A. NAMA
& ASAL MULA
Istilah Neo Ortodoks[7]
diambil dari pengertian bahwa teologia ini mencoba menemukan kembali
sistem/tema dari teologia Ortodoks (Reformed), dengan mengaplikasikan dasar
pemikiran dan budaya/pengetahuan modern/kontemporer.
Teologia Neo
Ortodoks muncul sebagai reaksi yang menentang aliran Teologia Liberal yang
telah mendominasi teologia akhir abad 19 dan awal abad 20. Kegagalan kaum
optimism dan terjadinya perang Dunia I ikut menjadi pendorong lahirnya gerakan
Neo Ortodoks.
B. DOKTRIN
TEOLOGIA NEO ORTODOKS
Tidak
seperti Teologia Liberal, teologia Neo Ortodoks menolak anggapan bahwa
pengamatan terhadap fakta historis dapat memberikan kepastian tentang Alkitab.
Pandangan doktrin Neo Orthodoks yang lain adalah:
- Doktrin Alkitab Wahyu Allah terjadi ketika manusia mengalami perjumpaan secara supranatural dengan Allah. Kebenaran tidak dapat ditemukan hanya dalam kebenaran historis saja tapi dengan bertemu secara iman. Alkitab sebagai tulisan manusia tidak akan luput dari kesalahan.
- Doktrin ALLAH Mereka mengakui Allah yang transendent dan Ia akan dikenal hanya jika Ia menunjukkan diri pada manusia. Allah dilihat sebagai "the Wholly Other" yang tidak ada padanannya di dunia ini. Allah masuk ke dalam dunia manusia secara garis vertikal dalam diri Tuhan Yesus Kristus.
- Doktrin Yesus Kristus Kristus adalah mediator dari wahyu dan anugerah Allah. Namun jikalau kita hanya bertemu Kristus dalam level kemanusiaannya saja maka kita sebenarnya hanya menemukan Kristus sebagai manusia saja. Allah tersembunyi dalam diri Kristus. Pewahyuan yang sempurna hanya ditemukan dalam diri Yesus yang telah bangkit dari kematian.
- Doktrin Dosa dan Keselamatan Manusia telah bersalah dan berdosa dihadapan Allah. Namun demikian manusia dapat diselamatkan tapi hanya melalui iman. Dosa-doa manusia akan ditebus karena anugerah Allah dalam Kristus saja. Hanya mereka yang percaya yang akan dapat menerima keselamatan.
- Doktrin Penghakiman Kedatangan Kristus merupakan datangnya penghakiman atas dunia ini.
BAB VI
DEMITOLOGISASI
A.
PENGERTIAN ISTILAH DAN LATAR BELAKANG
- Istilah Istilah "demitologisasi" dipopulerkan oleh Rudolf Bultmann tahun 1941 dan dilanjutkan penggunaannya oleh John Robinson dari Inggris dalam bukunya "Honest to God" (1963). Definisi: Demitologisasi adalah penafsiran secara eksistensial, yaitu menurut pengertian manusia terhadap keberadaannya sendiri, dan dengan istilah- istilah yang dapat dipahami oleh orang modern sendiri. Jadi, tujuan utama demitologisasi ini adalah untuk mencari dan menafsirkan mitos-mitos yang ada dalam Alkitab.
- Latar belakang Mitos adalah cerita yang tidak bersifat fakta, yang berasal dari jaman pra-ilmiah. Tujuan mitos adalah untuk menyatakan pengertian manusia tentang dirinya sendiri, bukan untuk menyajikan gambaran objektif tentang dunia. Mitos menggunakan perumpamaan dan istilah-istilah yang diambil dari dunia ini untuk meyatakan keyakinan-keyakinan mengenai pengertian manusia akan dirinya sendiri.
Pada abad pertama
orang Yahudi memahami dunia ini sebagai sebagai yang dikuasai oleh Allah dan
kuasa-kuasa supranatural. Alam semesta pada abad pertama dinyatakan dalam tiga
tingkat; surga, bumi dan neraka. Alam supranatural sering memberi intervensi
kejadian-kejadian yang ada di bumi.
Dengan cara
demikianlah penulis-penulis Alkitab jaman itu memakai mitos-mitos untuk
menggambarkan hal-hal yang ingin mereka sampaikan. Namun, orang-orang modern
yang hidup pada jaman yang serba mekanis tidak dapat menerima mitos, oleh karena
itu teologia harus berusaha untuk melepaskan berita kerygma (proklamasi Injil)
dari kerangka yang bersifat mitos.
B. DASAR
PEMIKIRAN
- Dalam pandangan Demitologisasi Alkitab bukan hanya dianggap berisi kesaksian manusia tentang Firman Tuhan saja, tetapi mitos belaka (dongeng).
- Demitologisasi berhubungan pada suatu aliran firsafat eksistensialisme yang bukan pandangan Alkitab. Pemahaman teologia ini adalah berpusat pada manusia (anthroposentris), bukan Allah (theosentris).
- Demitologisasi tidak menghargai sifat sejarah dalam kekristenan, karena itu semua kisah di dalam Alkitab diturunkan menjadi mitos-mitos saja.
- Pengaruh Kristus dalam agama Kristen diminimalkan sehingga tidak lagi menjadi pusat berita Injil, tapi hanya sebagai manusia biasa.
- Demitologisasi membawa sikap skeptis terhadap semua pekerjaan Allah yang bersifat supranatural.
- Demitologisasi mengubah iman menjadi sifat-sifat manusia yang tidak lagi tergantung pada realita yang nyata.
Kesimpulan:
Teologia "Demitologisasi" ini merupakan kelanjutan (hasil perkawinan
campur) antara teologia Liberal dan Neo-Orthodoks.
BAB VII
TEOLOGIA SEKULARISASI
A. LATAR
BELAKANG
Istilah "sekularisme" ditemukan oleh G.J.
Holyoake (1817 - 1906) dan mengartikannya sebagai cara hidup yang menyingkirkan
pertimbangan akan adanya Allah, pewahyuan, neraka dan surga. Sebaliknya yang
ditekankan adalah dasar hidup moral yang memberikan pengaruh positif kepada
masyarakat secara umum.
Sebelumnya
paham ini sebenarnya tidak menyangkal tentang keyakinan agama, namun perkembangan
kemudian lebih menjurus diasosiasikan kepada ateisme, bahkan sampai kepada
keyakinan bahwa pelajaran agama merupakan urusan pribadi dan seharusnya tidak
diajarkan di sekolah.
Pengaruh
luar biasa dari sekularisme ini banyak terjadi di dunia Barat, bahkan hingga
saat ini. Walaupun praktek agama masih dijalankan tetapi memiliki arti yang
tidak lebih dari sekedar kebiasaan/tradisi nenek moyang yang tidak salah kalau
diteruskan.
B. DASAR
PEMIKIRAN
Ide dasar dari Teologia Sekularisasi adalah keyakinan
bahwa pemahaman/gambaran tentang Allah dari orang-orang modern abad 20 haruslah
berubah, kalau perlu harus diubah baru sama sekali. Kenyataan tentang Allah
tidak harus dihapuskan, karena Allah adalah dasar dari keberadaan kita. Namun
kita harus memiliki sistem metafisika terbuka, jadi Allah tidak harus dikurung
dalam lingkup religius.
Karena pendapat kita tentang Allah perlu didefinisikan
ulang, maka pendapat tentang gereja pun perlu ditinjau lagi. Gereja seharusnya
bukan menjadi organisasi religius. Gereja harus bisa bersatu dengan dunia
karena keberadaan gereja adalah di dunia. Garis pemisah antara gereja dan dunia
haruslah dihapus. Dunia yang sekuler sering dicela padahal seharusnya
dirangkul, karena gereja harus menjadi terang, maka harus terlibat dalam kegiatan
sekuler.
Tugas orang Kristen adalah menjadi saksi Kristus di
dunia sekuler ini, oleh karena itu orang Kristen harus bersatu dengan dunia ini
untuk dikenal. Problem yang dihadapi oleh orang-orang dunia ini harus menjadi
perhatian utama orang Kristen, khususnya masalah sosial dan politik. Namun jika
Kristus dibungkam dalam agama maka karya-Nya tidak akan nyata di dunia ini,
maka lebih baik jika kekristenan tidak berbajukan agama tapi kegiatan sosial
yang akan memberi pengaruh positif bagi masyarakat banyak. Kekristentan akan
lebih baik jika dibentuk kembali tanpa Allah, karena sudah ada Kristus yang
menjadi contoh kemanusiaan yang sejati.
Semangat sekularisasi harus juga mempengaruhi
teologia. Teologia seharusnya lebih banyak membicarakan tentang fungsi dan aktivitas
dinamis dari kekristenan dalam masyarakat yang membutuhkan. Oleh karena itu
penginjilan harus didefinisikan ulang sebagai pertobatan kepada kegiatan
politik dan pekerjaan sosial di kalangan orang miskin dan tertindas, bukan
pertobatan dari dosa dan beriman kepada Kristus.
Kesimpulan:
Dasar pemikiran Teologia Sekularisasi mengingatkan kita kembali pada pandangan
kuno Teologia Liberal bahwa Kristus hanyalah manusia sempurna yang hidup dekat
dengan Allah dan patut menjadi teladan manusia.
Bab VIII
TEOLOGIA PEMBEBASAN
(Liberation Theology)
A.
PENDAHULUAN
Pada tahun 60-an para teolog radikal (kaum liberal)
mulai bosan menggeluti tantangan intelektual dari para pembela atheisme/kaum
modernisme. Sebaliknya mereka mulai mengalihkan perhatiannya pada tantangan
sosial dan ekonomi masyarakat akibat berkembangnya kapitalisme, khususnya di
dunia Barat. Mereka menganggap teolog radikal hanya menjalankan tahap pertama
dari gerakan "Enlightenment". Sudah saatnya kekristenan
bertanggungjawab melaksanakan tahap kedua dengan menggabungkan diri membela
kaum miskin dan tertindas. Hanya dengan cara demikianlah para teolog dapat
membuktikan realitas Tuhan yang nyata.
Gerakan Teologia Pembebasan banyak menarik penganut
gereja Roma Katolik dan cukup sukses dengan melahirkan beberapa tokoh gerakan
Teologia Pembebasan, khususnya di Amerika Latin.
B. CIRI-CIRI
UTAMA PENGAJARAN TEOLOGIA PEMBEBASAN
Gerakan-gerakan
yang dihasilkan dari Teologia ini pada umumnya memiliki ciri- ciri sbb.:
1. Berorientasi pada pembebasan
terhadap kaum tertindas. Teologia harus bertemakan "pembebasan"
sebagai jawaban atas kebutuhan masyarakat kontemporer. Kritik dilancarkan pada
kenyataan bahwa kekristenan tidak perlu lagi menggumulkan pertanyaan orang
atheis, "apakah Tuhan ada" tetapi pada pertanyaan orang Kristen,
"karena Tuhan ada, apakah Ia adalah Tuhan yang adil yang membela kaum yang
lemah." Oleh karena itu jika kekristenan benar, maka berita yang
diberitakan haruslah menuansa pembebasan (liberation) bagi hubungan horisontal
(sesama). Hubungan vertikal (dengan Allah) dalam hal ini akan terwakili secara
otomatis oleh hubungan horisontal (sifat imanensi Allah)
2. Untuk menjawab situasi kongkrit
masyarakat masa kini. Faktor "kekinian dan kedisinian" menjadi titik
tolak pengajaran mereka. Pemahaman teologia Barat pada umumnya berpangkal untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan filsafat, seperti: "Bagaimana kita percaya
kepada Allah yang tidak berubah di tengah situasi dunia yang berubah."
Kaum teolog kontemporer seharusnya menjawab kebutuhan jaman ini yang mengajukan
pertanyaan, "Bagaimana kita percaya kepada Tuhan di tengah situasi
masyarakat yang menindas kaum miskin." Allah orang Kristen haruslah Allah
yang terlibat secara nyata untuk membebaskan kaum tertindas yang ada saat ini,
bahkan jika perlu dengan memakai cara-cara kekerasan.
3. Memakai metode yang kritis terhadap
hasil praksis. Teologia Barat lebih banyak menghasilkan pemikiran-pemikiran
teori yang idealis dan muluk-muluk. Hal ini seharusnya tidak diikuti oleh
teolog- teolog masa kini. Komitmen utama teolog kontemporer seharusnya bukan
pada pembelajaran, tetapi pada pengalaman, yang bukan hanya sekedar hasil dari
keyakinan yang dianutnya. Yang dipentingkan bukan "refleksi" tapi
"aksi". Aksi inilah yang akan menghasilkan pemahaman kebenaran.
Dengan demikian kita akan melihat kebenaran yang aktif bekerja. Itu sebabnya
teologia ini hidup berdampingan erat dengan ilmu-ilmu sosial.
C. GERAKAN
YANG DIHASILKAN
"Black
Theology, Latin American Theology" dan "Feminism"
BAB IX
TEOLOGIA PENGHARAPAN
A.
PENDAHULUAN
Tahun 1965-an sering disebut sebagai "Era
Kebingungan" kare na pada saat itu ada banyak orang yang sedang
mencari-cari jawaban atas ketidakmenentuan yang terjadi di dunia ini. Kehidupan
sosial mulai berpaling kepada "diri" sehingga lebih menekankan pada kebebasan
individu. Demonstrasi anti-perang muncul seiring dengan berkembangnya
sekularisasi dan harapan yang tinggi untuk menjunjung kemanusiaan (humanity).
Sesudah PD I & II Atheisme juga semakin mendapat angin. Perang seakan-akan
mendukung pendapat kaum Atheis bahwa Allah tidak ada dan kalaupun ada, Allah
tidak perduli dengan hak kebebasan individu dan tanggung jawab untuk memelihara
dunia ini.
Para teolog
Kristen semakin kuatir terhadap keadaan dimana orang semakin menaruh
pengharapan mereka pada prinsip-prinsip sekular dan humanistik yang murni. Cara
meresponi hal ini, para teolog jaman itu mulai membangkitkan lagi spirit yang
anti-intelektual, kembali ke mistikisme, dan memusatkan diri pada sifat Allah
yang hanya transendent. Di satu pihak Teologia Pengharapan membangkitkan lagi
pengharapan masa yang akan datang yang telah runtuh akibat perang dan ideologi
atheisme, tapi di pihak lain telah meruntuhkan berita utama dan prinsip-prinsip
Alkitab.
B. KUNCI
PENGAJARAN TEOLOGIA PENGHARAPAN
- Mendefinisikan ulang konsep eskatologi orthodoks, bahwa eskatologi menurut mereka adalah keterbukaan pada masa yang akan datang. Tidak ada waktu yang membatasi datangnya masa yang akan datang itu, manusia tidak tahu bahkan Allahpun tidak mengetahuinya.
- Teologia mereka disebut sebagai "Teologia Futuristik", karena menurut mereka yang paling penting adalah pengharapan untuk masa yang akan datang. Hal-hal yang diperjuangkan sekarang adalah untuk masa dan pengharapan yang akan datang. Oleh karena itu jangan sembunyikan berita masa depan di akhir kehidupan (mengkritik kesalahan penempatan berita eskatologi dalam teologia orthodoks).
- Imanensi Allah ditiadakan, karena Allah menurut mereka sebenarnya hadir hanya dalam janji-janji-Nya saja, yaitu janji-janji tentang masa yang akan datang. Janji-janji pengharapan yang akan datang inilah yang menjadi sifat hakiki dari Allah. Allah akan menjadi Allah jika Ia memenuhi janji-janji- Nya itu. Oleh karena itu Allah ditentukan oleh masa yang akan datang ini.
- Allah tidak mempunyai otoritas yang mutlak, karena Allah sendiri ditentukan oleh masa depan. Oleh karena itu tidak ada peraturan-peraturan yang ditetapkan Allah untuk masa yang akan datang. Masa yang akan datang adalah kebebasan yang memiliki sifat relatif. Itu sebabnya Allah tidak dapat ditempatkan di luar waktu, eksistensi Allah dan masa depan Allah ditentukan oleh waktu.
- Memusatkan berita eskatologi pada manusia bukan pada Kristus dan kedatangan-Nya yang kedua kali yang penuh kemuliaan. Kematian dan kebangkitan Kristus merupakan kunci eskatologi karena itu merupakan jaminan Allah akan kebangkitan-Nya yang akan datang. Namun kematian dan kebangkitan Kristus tidak mempunyai relevansi bagi kehidupan kita masa kini.
- Utopia dan perdamaian sosial yang universal adalah tujuan didirikannya gereja. Tugas dan tanggung jawab gereja sekarang adalah menyampaikan berita tentang masa depan sehingga masa depan inilah yang akan menggenggam setiap orang.
BAB X
TEOLOGIA PROSES
A.
PENDAHULUAN
Teologia Proses dikembangkan berdasarkan pemikiran
filsafat dari Alfred North Whitehead dan Charles Hartshorne. Mereka berpendapat
bahwa realitas bukanlah statis (seperti yang dipikirkan oleh filosof kuno) tapi
sebagai "proses sedang menjadi", demikian juga realitas Allah dan
manusia. Buku mereka yang terkenal "Process and Reality", pada
intinya mengatakan bahwa sistem metafisik adalah berdasarkan pada peristiwa
yang terus menerus berlangsung, sebagai suatu proses yang kreatif untuk membawa
ke puncak maksimum kebaikan.
B. LATAR
BELAKANG
Pada pertengahan abad 20, dunia kekristenan
seakan-akan dikuasai oleh dua kutub kekuatan, yaitu Teologia Liberal dan Neo
Orthodoks. Pembahasan sebagian besar berkisar pada konsep tentang Allah,
misalnya pertanyaan "Jika Allah ada, bagaimana kita dapat memikirkan Allah
secara logis?" Bahkan pertanyaan tentang apakah Allah ada pun masih
dibicarakan. Hal ini disebabkan karena propaganda teologia "Allah itu
mati". Munculnya Teologia Proses merupakan respon terhadap keadaan yang
skeptis terhadap keadaan saat itu. Para teolog ini mencoba menjelaskan tentang
teori keberadaan Allah dan karya-Nya yang diharapkan dapat memuaskan kaum
intelektual jaman itu.
C. PEMIKIRAN
TEOLOGIA PROSES
- Tuhan dalam Teologia Proses adalah Tuhan yang tidak bertentangan dengan pemikiran ilmiah sehingga terbuka untuk diselidiki. Ia bukan saja sebagai yang memberi arah bagi setiap peristiwa, tapi ia juga yang terlibat di dalam proses alam. Tuhan dijelaskan sebagai yang dekat dalam kehidupan manusia, dan bukan sebagai Allah "yang nun jauh di sana". Oleh karena itu konsep imanensi Allah sangat ditonjolkan dalam Teologia Proses.
- Eskatologi Teologia Proses berusaha melihat keadaan dunia masa kini dalam terang apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Tapi pada dasarnya Teologia Proses tidak memiliki konsep tentang eskatologi.
- Transendensi Allah adalah mengikuti proses evolusi karena Allah adalah "co-Pencipta alam semesta". Allah sangat tergantung dari tindakan bebas manusia, oleh karena itu Allah tidak memiliki kedaulatan penuh terhadap dunia ini.
- Allah yang pribadi tidak dikenal dalam Teologia Proses. Ia hanya dikenal sebagai yang hidup karena Ia ikut dalam proses berjalannya waktu. Namun apakah Ia sebagai "pribadi" merupakan suatu tanda tanya besar.
- Konsep keselamatan manusia adalah universal dan digambarkan oleh Teologia Proses sebagai suatu kebutuhan, karena manusia dibutuhkan oleh Allah.
- Teologia Proses tidak menerima hal-hal supranatural, seperti mujizat. Namun mereka percaya bahwa Allah bertindak melalui manusia dan sesuai dengan kebebasan manusia.
BAB XI TEOLOGIA
NEO-KATOLIK
A.
PENDAHULUAN
B. PANDANGAN
TEOLOGIA NEO-KATOLIK
BAB XII TEOLOGIA MISTIK
A.
PENDAHULUAN
Dalam konteks Teologia Mistik, istilah
"mistik" tidak diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan
kuasa kegelapan, tapi kepada sesuatu hubungan rohani yang tidak dapat
dijelaskan secara akal. Ajaran Teologia Mistik sudah dikenal dengan sangat baik
di dunia Timur, khususnya di gereja-gereja Orthodoks Timur.
Jika istilah "mistik" ini dihubungan dengan
cara hidup seseorang yang saleh, disiplin dan penuh pengabdian kepada kehidupan
rohani, maka contoh-contoh diberikan kepada orang-orang seperti: Augustinus,
Fransis Asisi, Bernard of Clairvaux. Thomas Aquinas dll. Ajaran Teologia Mistik
ini kemudian dikenal hampir sepanjang sejarah gereja, terutama berbarengan
dengan lahirnya tokoh- tokoh gereja yang memiliki ajaran dan kehidupan
kesalehan yang ketat. Namun pada akhir abad-abad modern, ajaran ini berkembang
menjadi ajaran yang ditentang oleh gereja-gereja yang menjunjung tinggi
otoritas Alkitab sebagai satu-satunya wahyu Allah yang tertulis (orthodoks).
Definisi yang diberikan kepada ajaran Teologia Mistik
adalah: Mistikisme adalah suatu filsafat, doktrin, ajaran atau kepercayaan yang
lebih berpusat pengalaman pribadi seseorang dengan Tuhan (melalui perenungan
pribadi maupun disiplin tertentu) dan menekankan pengajaran mereka lebih pada
dunia roh daripada alam semesta yang bersifat materi. Tujuan pengalaman pribadi
dengan Tuhan adalah untuk penggabungan rohani dan kesatuan mental dengan Roh Universal.
B. PANDANGAN
TEOLOGIA MISTIK
1. Menurut Teologia Mistik Alkitab
bukanlah satu-satunya pewahyuan Allah, bahkan Alkitab sebenarnya hanyalah
kesaksian dari pewahyuan Allah dan Alkitab baru akan menjadi wahyu Allah hanya
jika terjadi "encounter" antara manusia dan Allah. Wahyu Allah secara
langsung masih bisa dialami oleh manusia melalui mimpi, penglihatan, mujizat
dan karunia-karunia khusus lainnya.[8]
2. Pengalaman emosional keagamaan
seseorang menjadi unsur yang sangat penting sehingga sifat subjektivitas sangat
menentukan kedewasaan rohani seseorang. Penekanan pada "tanda-tanda"
yang terjadi sangat dicari sebagai satu-satunya sumber kekayaan pengalaman
rohani mereka.
3. Ajaran tentang datangnya hari kiamat
lebih ditonjolkan dari pada pengajaran tentang keselamatan dan
pengajaran-pengajaran lain di Alkitab. Pusat eskatologi mereka hanya pada
kedatangan Kristus yang kedua kalinya padahal kedatangan Kristus yang pertama
adalah bagian dari rencana penyelamatan yang sama pentingnya dengan ke
datangannya yang kedua untuk menghakimi manusia.
4. Pandangan mereka tentang gereja
sangat kabur karena lebih banyak dipusatkan hanya kepada pribadi pemimpinnya
saja. Gereja tidak dianggap sebagai umat yang telah dikuduskan oleh Kristus
karena melihat bahwa penyimpangan yang terjadi di gereja masih sangat banyak.
BAB XIII
TEOLOGIA FUNDAMENTAL[9]
Asal mula istilah "Fundamentalisme" Istilah ini muncul dan mulai
dipakai pada tahun 1909. Waktu itu, teologia Liberalisme masih pada masa
kejayaannya. Kaum Fundamentalis merupakan sekelompok orang Kristen yang
terpanggil untuk mempertahankan paham Ortodos dan bersedia menghadapi ajaran Liberalisme.
Kegiatan kelompok ini dimulai dengan mencetak 12 jilid brosur yang berisikan
dasar pengajaran Injil yang dipercayai oleh umat Kristen. Brosur-brosur itu
diberi judul "The Fundamentals". Begitu brosur-brosur ini
disebarluaskan, langsung mengundang reaksi dan perdebatan seru, Dari sini
mulainya, istilah "Fundamentalist" dikenal dan disebarluaskan.
Asal Mula Timbulnya Fundamentalisme Sebab jauh: Serangan dari Ilmu
Filsafat Mulai sejak abad ke-15 sampai dengan ke-19, filsuf ternama seperti
Descrates, Spinoza dan lain-lainnya, menyerang dan mengkritik Allah dan Alkitab
Agama Kristen. Bahkan filsuf yang sedikit berpihak kepada agama seperti John
Lock, Hume dan lain-lainnya, tidak ketinggalan menyatakan keragu-raguan dan
ketidakpuasan terhadap kewibawaan Alkitab.
Serangan dari Ilmu Pengetahuan Terbitnya buku yang berjudul
"The Origin of Species" pada tahun 1859 oleh Darwin, secara langsung
menentang teori penciptaan yang tradisionil. Mulai saat itu, ajaran Ortodoks
Kristen berada di posisi yang diserang dan ditentang.
Serangan dari Ilmu Teologia Cendekiawan-cendikiawan yang
memulai pekerjaan dengan menggunakan prinsip ilmiah (mengadakan penyelidikan
untuk mengkritik Alkitab) membawa efek yang tidak menguntungkan posisi Alkitab
sebagai Firman Allah.
Serangan dari Ilmu Agama Karena munculnya tokoh-tokoh
pengkritik Alkitab pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20, mendorong
tokoh-tokoh agama untuk mengadakan penyelidikan terhadap agama-agama yang ada
di dunia. Efeknya, ada sebagian tokoh-tokoh tersebut, yang langsung menyangkal
Agama Kristen sebagai agama yang diwahyukan.
Sebab dekat: Adanya Liberalisme Timbulnya
pemikiran teologia Liberalisme yang mengutamakan rasio, dan mencapai puncaknya
pada permulaan abad ke-20, membawa efek negatif yang serius bagi eksistensi
paham Orthodoks. Paham Liberalisme, bukan saja menyangkal kewibwaan Alkitab
sebagai Firman Tuhan, melainkan juga menyangkal hukuman Akhir zaman bagi
orang-orang berdosa dan lain-lain. Hal ini membawa akibat yang fatal bagi
kepercayaan murni yang bersifat sejarah itu.
Adanya kebangunan Rohani Jauh sebelum akhir abad ke-19,
terjadi beberapa kali kebangunan di bidang kerohanian. Kebangunan ini
berkelanjutan terus-menerus, sehingga mendatangkan respek kepada Alkitab
sebagai Firman Allah. Sebagai efeknya, maka di mana- mana diadakan
pertemuan-pertemuan, seminar-seminar, pembinaan-pembinaan, penyelidikan Alkitab
dan lain-lainnya. Pertemuan yang demikian ini pernah diadakan di Niagara, Rocky
Mountain dan lain-lain.
Sebab jauh dan dekat yang dikemukakan di atas
merupakan unsur penting yang, secara langsung atau tidak, membawa efek
timbulnya aliran Fundamentalis ini.
Kemajuan dan
Kemerosotan Fundamentalisme Kemajuan-kemajuan yang dicapai Untuk menangkis serangan yang
dilancarkan, khususnya dari pihak Liberalisme, maka kaum Fundamentalis
memperkuat pelayanannya di bidang literatur dan juga pertemuan-pertemuan yang
bersifat nasional dan internasional. Peristiwa sejarah yang perlu dicatat yang
pernah dicapai kaum Fundamentalist adalah pertemuan besar yang terjadi pada
tahun 1898 di Niagara dan yang menelorkan dalil paham Fundamentalisme.
Isi dalil tersebut adalah:
1.
Setiap huruf
yang terdapat dalam Alkitab adalah wahyu Allah.
2.
Keilahian Yesus
Kristus, lebih ditekankan.
3.
Kelahiran
Yesus Kristus oleh anak dara, lebih dipertegas.
4.
Kematian
Yesus Kristus untuk penebusan dosa tidak dapat diganggu-gugat.
5.
Kebangkitan
daging dan kedatangan Yesus Kristus untuk keduakalinya, tidak perlu diragukan.
Pada tahun 1909, diterbitkan brosur-brosur berjumlah
12 jilid yang kemudian mengangkat nama Fundamentalist, sehingga dikenal oleh
dunia internasional. Gerakan ini makin mantap, setelah pada tahun 1919 dibentuk
satu organisasi yang diberi nama "World's Christian Fundamentals
Association."
Peristiwa yang dinamakan "The Scoper Trial"
pada tahun 1925, membawa nama harum dan kementangan bagi kaum Fundamentalist.
Seorang guru sekolah yang bernama John T. Scoper mengajar teori Evolusi Darwin.
Karena perdebatannya, ia diajukan ke depan pengadilan di Dayton. Ia dituduh
merusak iman dan etik moral Kristen dengan ajaran evolusinya. Meskipun jalannya
sidang berlarut-larut dan memakan waktu yang cukup panjang tetapi pada akhirnya
vonis dijatuhkan. John T. Scoper dinyatakan bersalah dan harus membayar denda
sebanyak seratus dolar Amerika.
Kemerosotan yang mempritahinkan Sikap yang kaku dan ekstrim
Di dalam hal melawan ajaran Liberalisme, kaum Fundamentalis menjurus kepada
sikap yang kaku dan ekstrim. Oleh karena teori evolusi bisa merusak iman
Kristen yang Ortodoks, maka mereka menentang dengan ekstrim. Bukan hanya teori
evolusi saja, bahkan juga ilmu pengetahuan lainnya. Oleh karena terlalu menitik
beratkan pengalaman pribadi keagamaan, mereka lalu bersikap acuh tak acuh terhadap
tanggung jawab kemasyarakatannya dan lain-lainnya.
Untuk sikap
yang kaku dan ekstrim ini, Dr. Harun Hadiwijono dalam bukunya "Teologia
Reformatoris abad ke-20" memberi komentarnya: "Kaum Fundamentalis
makin lama makin mengurung diri dalam kurungan yang dibuat sendiri. Demi
pertahanan diri sebagian dari mereka memperkembangkan suatu prasangka anti
intelektual yang mendalam, mencurigai kesarjanaan, acuh tak acuh terhadap nilai
pemakaian akal dalam soal-soal agama, keras dan kejam dalam sikap menghadapi alasan-alasan
penentangnya."
Perpecahan di dalam Tatkala kaum Fundamentalis bergumul melawan
Liberalisme, di antara mereka sendiri terjadi perpecahan antar denominasi. Di
dalam gerakan misi penginjilan keluar, Northern Presbyterians mengutus banyak
misionaris yang menganut paham Liberal ke luar negeri. Hal ini menimbulkan
ketidak-puasan tokoh-tokoh Fundamental, diantaranya adalah Dr. J. G, Machen,
Carl Melntire dan lain-lainnya.
Mereka lalu
mendirikan sebuah misi yang bersifat indepanden. Karena badan misi itu dianggap
menentang, maka pemimpin Northern Presbyterians memecat mereka. Pada tahun
1936, Machen membawa kurang lebih 100 orang pendeta ke luar dari Northern
Presbyterians dan mendirikan gereja yang disebut "Orthodox Presbyterian
Church." Setelah meninggalnya Machen, gereja ini mengalami perpecahan.
Sebagian orang dibawah pimpinan Carl Melntire, bekas
rektor Whenton College James O Buswell dan dosen Wesminster Seminary Allen
MacRae ke luar dan mendirikan sebuah gereja baru dengan nama "Bible Presbyterians
Synod."
Sikap yang kaku, keras dan ekstrim serta perpecahan
yang terjadi di dalam kalangan sendiri, sangat melemahkan dan merugikan kaum
Fundamentalis. Kubu pertahanan mereka menjadi goyah, sehingga mereka lemah
dalam menghadapi musuh luar.
BAB XIV
TEOLOGI EVANGELICAL dan NEO-EVANGELIKAL
(Teologia Injili dan Injili Baru)
A. TEOLOGIA
EVANGLIKAL (INJILI)[10]
- Istilah Istilah Injili berasal dari kata Yunani euangelimos, kabar baik atau Injil berita keselamatan. Injil itu "kuasa Allah yang menyelamatkan" (Rom 1:16). Kutukan yang berat ditimpakan kepada penyelewengan Injil (Gal 1:8). Istilah itu sendiri mulai dipakai secara teknis pada masa reformasi, khususnya oleh Martin Luther. Luther menemukan Injil yang "hilang" dalam gereja waktu itu. Luther menekankan bahwa pembenaran hanya oleh iman saja. Ini merupakan fondasi berdirinya atau runtuhnya gereja & individu. John Eck, Erasmus dan Thomas Moore menamai orang-orang yang berpaham demikian sebagai "Kaum Injili".
- Batas-batasan Teologia 3 faktor yang mensifati kaum Injili
a. Faktor objektif: ototitas Firman di
atas otoritas gereja.
b. Faktor subjektif: pembenaran oleh
iman berdasarkan karunia saja, berbeda dengan ajaran Romanisme tentang
pembenaran progresif dan perbuatan baik; dan
c. Faktor sosial: keimaman universal orang
percaya, yang berbeda dengan keimaman eksklusif para imam.
1648 Aliran
Reformed disebut Injili. 1653 dalam karangan Corpus Evangelicorum
menyebut aliran-aliran Reformed (Calvinis) dan Lutheran sebagai Kaum Injili.
1917 Gabungan gereja-gereja Reformed dan Lutheran disebut sebagai aliran
Injili.
Dewasa ini, khususnya di Eropah,
istilah Injili digunakan menyebut aliran Protestan pada umumnya, yang
diberdakan dari Roma Katholikisme.
1846 The
Evangelical Alliance dibentuk di London; oleh pemimpin-pemimpin seperti F.
Tholuck, Merle D"Aubigne, S.S. Schumucker dan Thomas Chalmers. Aliansi ini
memberikan pernyataan sebagai berikut:
- Pewahyuan Alkitab
- Trinitas
- Kebobrokan (depravity) manusia
- Ke-perantaraan Kristus
- Pembenaran oleh iman
- Perpalingan dan penudusan oleh Roh Kudus
- Kembalinya Kristus serta penghakiman
- Pelayanan Firman dan
- Sakramen baptisan dan perjamuan kudus
Aliran/ajaran yang biblika yang ditekankan
reformasi itu kemudian hari:
- Populer di Amerika
- Dilawan oleh liberalisme dari Eropa dan
- Dikaburkan oleh Arminianisme & Pelagianisme Charles Grandison Finney
- Dipulihkan dari distorsi itu oleh tokoh-tokoh seperti: Dwight Moody, Billy Sunday, Billy Graham, dll.
Sola Scriptura, sola gratia dan sola
fide dengan menekankan inisiasi Allah yang berdaular penuh dalam hal
penyiapan keselamatan; dan mendorong orang berdosa tak pernah dianggap
mengurangi tanggung jawab manusia sejak reformasi kedua aspek soteriologi;
kedaulatan Allah dan tanggungjawab manusia selalu dipegang teguh tanpa
mengurangi semangat penginjilan dan misi. Sejak Finney yang lebih menekankan
tanggungjawab manusia maka ajaran kasih karunia mengalami kemerosotan.
Sejak Evangelical alliance (1846)
yang menekankan aksi sosial (9)seperti perbudakan dll) banyak gereja (seperti
Lutheran) tidak mau bergabung dengan aliansi tersebut. Pada saat inilah
Fundamentalisme muncul dengan agresif (contra liberalisme dan social gospel).
Perbedaan Fundamentalisme dan
Evangelisme rupanya bukan soal teologia tetapi segi mentalistas, budaya, dan
outlook (pandangan). Pembedaan antara hal-hal yang inti (essential) dan
non-inti (non-essential) tidak begitu jelas dalam Fundamentalisme. Otoritas
Alkitab, pembenaran oleh iman itu inti, tetapi soal panjangnya rambut dll.
Adalah non-inti.
Satu ciri kaum Injili sejak semua
yaitu pembedaan antara aspek kepercayaan ayng essentials dan yang
non-essentials. Yang essentials seperti pembenaran oleh iman saja dan
seterusnya merupakan dasar persatuan; sedangkan pad hal-hal yang non-essetials
denominasi-denominasi tertentu mengatur liturgi yang berbeda dan seterusnya.
Selain itu penekanan pada aspek
universal gereja dalam eklesiologi membuat banyak kelompok injili tidak
tertarik pada gerakan oikumene, karena mereka tidak menekankan organisasi
tetapi hal-hal yang rohani.
Orang-orang Injili selalu menekankan
ketepatan teologis. Sebagai contoh, 5 butir dalam Fundamentalisme merupakan
hal-hal yang mutlak tanpa perlunya reinterpretasi. Kaum Injili sebetulnya mesti
merupakan suatu voice (suara) yang bukannya echo (gaung). Ketepatan teologis
yang muncul dari kasih karunia Allah yang diurapi oleh kekuatan Roh Kudus.
- Kesatuan dan Keragaman Iman Injili
a. Prinsip Formal Prinsip formal
kewibawaan/otoritas Alkitab merupakan dasar teologia Injili. Sejak dicetuskan
Luther, bahwa Kitas Suci sebagai patokan mutlak untuk iman dan perilaku
kehidupan. Prinsip ini terus membawa konflik. Posisi ini berkaitan dengan
ajaran tentang Wahyu dari dan oleh Roh Kudus yang melalui dan menggunakan
penulis dan latar belakang masing-masing sebagai alat penerus Firman-Nya tanpa
mereduksi mereka menjari dorbot-robot. Pengilhaman dari/oleh Roh (2Ti 3:16; 1Pe
1:19, 20) tanpa penghapusan individualitas penulis membuat kata-kata mereka
adalah Firman-Nya (pengilhaman verbal). Tuntunan ilahi ini mencakup seluruh
bagian tulisan ayng hasilnya tidak bisa membawa kepalsuan (infallible) dan
tidak bisa tersesat dari kebenaran (inerrant). Pengilhaman bukan bicara metode
tetapi hasil-hasilnya; yaitu dapat dipercayanya Firman Allah yang faedahnya
bisa menjadi bingkai hidup yang tak mengecewakan. Firman-Nya menjadi alat bukan
tujuan (karena itu bukan bibliolatry tetapi Bibliologi). Firman-Nya diberi
bukan untuk menjadi topik diskusi tetapi sebagai perangkat hidup (pengampunan
dari dosa, regenerasi, pembenaran, pengudusan dll.).
b. Kesatuan dan Keragaman
1. Basis kesatuan yaitu kemurnian
ajaran (Efe 4:3; dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai
sejahtera; 2Yo 9-10; Setiap orang yang tidak tinggal didalam ajaran Kristus,
tetapi yang melangkah ke luar dari situ tidak memiliki Allah. Barang siapa
tinggal di dalam ajaran itu ia memiliki Bapa maupun Anak. Jikalau seorang
datang kepadamu dan ia tidak membawa ajaran ini, janganlah kamu menerima dia di
dalam rumahmu dan janganlah memberi salam kepadanya; 2Ko 6:14; janganlah kamu
merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya.
Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau
bagaimanakah terang dapat bersatu dalam gelap).
2. Tujuan kesatuan; demi kesaksian (Yoh
17:2; sama seperti Engkau telah memberikan kepada-Nya kuasa atas segala yang
hidup, demikian pula Ia akan memberikan hidup yang kekal kepada semua yang
telah Engkau berikan kepada-Nya). Demonstrasikan relasi dengan Allah Tritunggal
(Yoh 13:35; dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah
murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi; Efe 4:3-6; dan berusahalah
memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera; satu tubuh, dan satu Roh
sebagaimana kamu telah dipanggil kepada suatu pengharapan yang terkandung dalam
panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah Bapa dari semua,
Allah yang di atas semua dan oleh smua dan di dalam semua).
B. TEOLOGIA
NEO-EVANGLIKAL (INJILI BARU)
- Istilah Istilah Injili Baru muncul dari Fuller Theologia Seminary di California dimana Dr. Harold Ockenga mengajar. Istilah ini dipakai Dr. Ockenga dalam usahanya untuk mengkoreksi kesalahan Fundamentalisme dan mencoba mengkawinkannya dengan Teologia Injili.
- Latar Belakang Teologia Injili Baru muncul sebagai protes terhadap kerasnya arus Teologia Liberal dan ketidakpuasan terhadap Teologia Injili. Carl Henry, salah satu pencetus teologia ini, melihat bahwa bagaimanapun juga Fundamentaslisme adalah pernyataan kekristenan yang benar dan tidak dapat ditinggalkan. Namun demikian, Teologia Fundamentalisme telah kehilangan perspektif teologis dan historis. Selain itu teologia ini sama sekali mengabaikan sifat akademis dan tertutupnya pada perkembangan ilmu pengetahuan. Akibatnya masyarakat kontemporer menolak teologia ini dan menjadi sangat tidak relevan dengan kebutuhan yang ada.
Desakan Carl Henry kepada kaum
konservatif memberikan reaksi yang positif terhadap kebutuhan masyarakat
kontemporer. Mulailah diselenggarakan pertemuan-pertemuan dengan para teolog
modern, untuk mendiskusikan tentang hal-hal yang menjadi keberatan teolog
modern, mis. otoritas keabsahan Alkitab dll. Hasil yang ditimbulkan dari
pertemuan-pertemuan ini memberi kesempatan kepada kaum Injili untuk mulai
melakukan kompromi dan toleransi teologia yang akhirnya justru memberi dampak
yang negatif bagi berita Injili.
Dipihak lain kaum Injili semakin
diprotes karena kelalaian mereka terhadap masyarakat dan kepedulian untuk
menjadi terang dan garam dunia. Desakan- desakan dari berbagai pihak inilah
yang mendorong munculnya semangat Injili Baru.
- Kegagalan Teologia Injili Baru
Teologia Injili Baru ini sering
tidak disepakai sebagai suatu aliran teologia yang memiliki prinsip-prinsip teologia
Injili. Hal ini disebabkan oleh beberapa kegagalan berikut ini:
a. Keinginan untuk menghimbau teolog
modern untuk duduk bersama dengan kaum konservatif ternyata membuahkan hasil
yang negatif bagi penempatan otoritas Alkitab sebagai pedoman mutlak bagi iman
dan perbuatan.
b. Keinginan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan masalah eklesiologi tidak terpenuhi,
sehingga tidak berhasil menarik perhatian pihak manapun.
c. Keinginan untuk menjelaskan hubungan
antara Alkitab dan ilmu pengetahuan mengalami jalan buntu karena keanekaragaman
jawaban di antara mereka sendiri.
d. Keinginan untuk terlibat dalam
menjawab kebutuhan sosial masyarakat tidak mendapat sambutan yang positif
karena dianggap telah kembali ke "social gospel" yang telah mereka
tentang sebelumnya.
e. Keinginan memenangkan pengaruh lewat
apologetika tidak membuahkan hasil yang positif.
[1] Conn, Harvie M., Teologia Kontemporer (Malang,
Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1999). Hal. 15-21.
[2] Linnemann, Eta, Teologi Kontemporer (Malang, Penerbit
Institut Injili Indonesia, 1991). hal. 8-12.
[3] Karena terbatasnya waktu maka tidak
semua tema Teologia Kontemporer akan dibahas, demikian juga tokoh-tokoh yang
memeloporinya.
[4] Pembahasan
tentang Metode Historis Kritis ini akan dilanjutkan secara lebih mendetail pada
bab selanjutnya (Bab III).
[5] Linnemann,
Eta, Teologi Kontemporer (Malang, Penerbit Institut Injili Indonesia, 1991).
hal. 8-12.
[6] Daun,
Paulus, Apakah Liberalisme Dan Modernisme Itu?. Jakarta: Yayasan "Daun
Family", 1999, hal. 48-54.
[7] Theologi Neo
Orthodoks memiliki berbagai interpretasi, dan tidak semua teolog Neo Orthodoks
memiliki pandangan yang sama dalam doktrin-doktrinnya.
[8] Mengingatkan kita pada ajaran
teologia Karl Barth
[9] Dikutip dari
Apakah Evangelisme itu?, oleh Pdt. P. Daud Menado: Yayasan Daud Family, 1996,
Hal. 17-24.
[10] Penjelasan
tentang latar belakang sejarah gerakan Injili (Evangelical) ini dikutip dari
buku Beberapa Issu Teologi Dalam Pelayanan (penulis tidak diketahui).